
MENJADI MUSLIM BERADAB
Ust. DR. Adian Husaini
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُمَارَةَ أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ ( روه ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Umarah, telah mengabarkan kepadaku Harits bin Nu’man berkata, aku mendengar Anas bin Malik berkata, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda, “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka”. (HR. Ibnu Majah)
Salah satu ungkapan ulama kepada putranya,
يا بني أصحب الفقهاء وتعلم منهم وخذ أدبهم
“Wahai anakku, bergaul lah kalian dengan para Fuqaha’ (ulama), belajarlah ilmu dari mereka, dan ambil lah adab mereka”
Para muhadditsin telah mengumpulkan banyak hadits terkait adab. Adab menjadi tiang tegaknya masyarakat muslim. Bangunan pribadi, keluarga dan masyarakat kita akan tegak jika adab ini ditegakkan. Dan sebaliknya, masyarakat akan runtuh apabila tidak ada adab. Sungguh aneh bahwa kurikulum-kurikulum pendidikan, bahkan terkadang di sekolah maupun universitas islam, adab ini tidak diajarkan. Padahal pendidikan adab ini wajib diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kata “adab” sering diterjemahkan dengan “budi bahasa” atau “sopan santun”, padahal terjemah ini tidak sepenuhnya benar. Karena sopan santun terkait dengan budaya. Adab tidak semestinya terkait dengan budaya, karena adab adalah kemampuan kita semua sebagai seorang muslim untuk memahami dan mau mengakui segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan Allah. Siapa yang layak kita sembah? Al Khaliq Allah Subhanahu Wa Ta’ala, itu maknanya kita beradab kepada Allah Ta’ala.
Oleh karena itu tokoh pendidikan dalam alquran, Luqman Al Hakim. Pertama kali yang ia ajarkan kepada putranya adalah bahwa syirik merupakan kezaliman yang besar.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان: 13)
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman: 13)
Inilah kewajiban pertama bagi tiap orang tua yaitu memahamkan tauhid kepada anak-anak kita. Memahamkan betapa tingginya kejahatan syirik. Jangan samakan Allah dengan makhluk, jangan angkat makhluk ke derajat Khaliq begitu juga sebaliknya. Karena itu semua tidak beradab.
Rasulullah telah mengingatkan dengan sabdanya,
عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ». قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِىَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgar adalah) riya’. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’ (HR. Ahmad)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Riya’ adalah menampakkan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain. Jadi riya’ berarti melakukan amalan tidak ikhlas karena Allah karena yang dicari adalah pandangan, sanjungan dan pujian manusia, bukan balasan murni di sisi Allah. Penyakit inilah yang banyak menimpa kita ketika beribadah. Riya’ inilah yang benar-benar Nabi khawatirkan.